Senin, 23 September 2013

[Review] "Labirin Rasa"

Labirin Rasa
“Beri Ruang untuk Hati Temukan Cintanya”



“Tak tentu arah bukan berarti tersesat. Mungkin hanya belum menemukan jalan yang tepat untuk ditapaki.” (Page. 1)

Labirin Rasa. Apakah kalian punya pemikiran yang sama dengan saya? Apa arti kata labirin? Well, kali ini saya benar-benar browsing di Wikipedia bahasa Indonesia dan menemukan arti labirin adalah sebuah sistem jalur yang rumit, berliku-liku, serta memiliki banyak jalan buntu. Lalu, bagaimana dengan Labirin Rasa? Tenang saja, bisa kalian temukan maksudnya setelah membaca buku dari penerbit Wahyumedia ini.


Kayla Ayu Siringo-ringo, tokoh utama dalam Labirin Rasa. Cewek ‘independent’ yang ceria, pemberani, tapi pemalas dalam bidang akademik. Agak gendut, tidak peduli penampilan, tapi mandiri dan nggak jaim. Satu point untuk karakter tokoh utama yang sangat manusiawi, lengkap dengan kekurangan dan kelebihannya. Selama 21 tahun belum punya pacar, membuatnya mencari sosok Pangerang Fajar yang dikirimkan Eyang Kakung menjadi pendampingnya. Siapa Pangeran Fajar tersebut?

Pertemuan dengan Ruben Agung Iskandar di kereta, membuat Ruben menjadi tour guide dadakan selama Kayla liburan di Yogyakarta. Ruben pada awalnya menampilkan aura dingin dan tidak bersahabat pada Kayla. Seiring berjalannya cerita, Kayla mampu menakhlukkan gunung es pada diri Ruben setelah perjalanannya ke beberapa tempat istimewa di Daerah Istimewa (baca: Yogyakarta), kota labuhan rindu yang selalu memberikan keteduhan. Ya, adegan yang bisa ditebak saat Kayla jatuh cinta pada Ruben, cowok brengsek yang akhirnya membuat Kayla patah hati karena cintanya bertepuk sebelah tangan.

“Tak ada yang perlu disalahkan. Hidup terlalu singkat untuk dipakai berlarut-larut dalam kekecewaan.” (Page. 101)

Munculnya tokoh pengisi lain seperti Dani, si bule David, Andy, Cinthya, serta Rossa dan Milly. Cukup membantu untuk mendukung suasana petualangan Kayla di Malang, Bali, Lombok, dan Makassar. Adegan ehem-uhuk-ahay pada halaman 128 sukses membuat pembaca usia remaja (baca: saya) melontarkan kata “iiiiihh” untuk pendeskripsian yang sangat berani itu.

Unsur kebetulan pada pertemuan Kayla dan Ruben terkesan spontan dan unik. Iri saja, karena beberapa kali naik kereta api, nggak pernah pengalaman kenalan sama cowok ganteng yang bikin hati ingin lepas dari persembunyiannya. Hehe. *Plak!*

Meskipun di awal rasanya nggak suka dengan sifat Ruben yang tidak-bisa-menjaga-perasaan-perempuan alias playboy, tapi diam-diam saya naksir Ruben dalam deskripsi fisiknya yang diberikan penulis. Rambut gondrong, hidung mancung, cambang tipis, cowok ala FTV. Apalagi kalau ditambah matanya agak sipit, Ya Tuhan, idaman banget. Tapi, bagaimanapun juga, saya suka dengan karakter Patar. Meski terlihat arogan, galak, dan dingin tapi sebenarnya memiliki sifat pelindung. Baik aja gitu, kesannya. Eh, jadi siapa Patar ini? Mau tahu? Makanya beli dan baca dong biar nggak penasaran.

Bicara mengenai kelebihan, membaca novel ini rasanya seperti naik roller coaster. Perlahan menuju titik atas bahagia lalu terhempas dalam kisah sedih, datar, dan terulang-ulang. Nice. Namun, setiap kelebihan selalu ada kekurangan. Penyebutan nama tokoh yang banyak kesalahan seakan memutar otak beberapa kali untuk memahami bacaan. Ditemukan juga alur yang menurut saya terasa ganjil pada halaman 47.

Pesan yang dapat diambil yaitu semangat Kayla menghindari patah hati yang perlu diacungi dua jempol dan pantas ditiru. Menenggelamkan diri pada kegiatan positif, mencapai hidup lebih baik dan membahagiakan orang tua.

“Cinta itu membahagiakan, namun jika ia sudah mulai jadi beban. Lepaskan jika harus melepaskan. Beri waktu, beri ruang untuk cinta dapat bertumbuh alami hingga ia bisa mengambil keputusan. Karena cinta tak boleh dipaksakan. Ia hinggap bebas di hati setiap orang tanpa bisa diatur.” (Page. 84)

I rate it 3,5 / 5 stars buat keseluruhan buku ini. Tadinya mau kasih 4 bintang loh, tapi karena pada bab pertengahan terkesan datar akhirnya 3,5 is enough.

NB : Mbak Eka sebagai penulis, sukses menampar saya dengan kata-katanya yang menggambarkan suasana romantis dan indahnya Kaliurang. Beberapa kali saya ke Jogja dan belum pernah menginjakkan kaki ke tempat tersebut.





Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terbuka untuk dikritik dan saran. Silakan :)