Kamis, 22 Mei 2014

[Review] : "Sunset in Weh Island"



Memang terkadang cinta membuat seseorang berbeda dalam banyak hal, bahkan melakukan hal-hal yang gila sekalipun  – (halaman 166)

Axel, laki-laki Jerman yang mengambil cuti kerjanya sebagai Music Director untuk mengunjungi pamannya di Indonesia, tepatnya Banda Aceh. Kepergiannya bukan tanpa alasan. Masalah dengan sahabatnya, Marcel. Axel merasa dikhianati oleh sahabatnya sendiri.

Mala, mahasiswi fakultas ekonomi, hampir terlambat masuk ke kapal dari Banda Aceh menuju pelabuhan Balohan. Menabrak seorang laki-laki bule yang berlarian bersamanya, dan diketahui namanya Axel. Mereka berdua sama-sama menuju Ie Boih.

Pertemuan keduanya ketika di Ie Boih antara Mala dan Axel masih mendebatkan soal diskriminasi gender. Menurut Axel, laki-laki dan perempuan memang diciptakan berbeda. Tapi Mala mendebatnya, laki-laki dan perempuan memang beda, tapi equal. Keduanya memiliki kesempatan dalam apapun yang sama.

Diam-diam Mala menyimpan rasa kepada Raffi. Kakak kelasnya sewaktu SMA dulu. Kepada Raffi, Mala bisa berlaku lemah lembut. Kebetulan Raffi adalah instruktur diving di Ie Boih. Ia dipaksa Mala dan Axel untuk membawa mereka menginap di Pulau Rubiah. Dan di Pulau Rubiah itu, Mala patah hati karena tahu bahwa Raffi sudah punya pacar.

Jangan pernah lari, sesulit apapun itu, sekeras apapun egomu. Jika dalam bahagia ada banyak senyuman, dalam sakit sekalipun pasti ada pelajaran – (halaman 120)

Sementara itu, Marcel dan Andreea bermaksud mencari Axel untuk membawanya ke Jerman kembali. Mereka pun mendatangi Indonesia dan sampai di Ie Boih.

Kedatangan Andreea tidak menyurutkan keinginan Axel untuk mengutarakan perasaannya kepada Mala. Namun, Raffi juga mengutarakan cintanya kepada Mala setelah ia akhirnya putus dengan pacarnya.Mala tidak ingin coba-coba dengan hal yang berhubungan dengan perasaan. Lalu, siapakah yang akan dipilih Mala?

Di dunia ini tak ada aturan mutlak untuk perkara jatuh cinta. cinta tak mengenal kata “bekas” untuk dilanjutkan dengan orang lain, tapi cinta selalu berlaku baru, selalu pantas untuk siapapun meskipun ia seorang bekas istri sekalipun  – (halaman 237)

Kamu tahu? Di belahan bumi mana pun aku pergi, aku tahu separuh hatiku tertinggal disini, karenanya aku selalu kembali, disini, dihatimu – (halaman 243)


**Dari novel ini disebutkan beberapa lokasi wisata yang ada di Banda Aceh diantaranya: Aneuk Laot, kolam pemandian air panas di Keunekai, dan tentu saja tugu nol kilometer yang hanya berdiri tegal di batas negara yaitu di Sabang dan Merauke.
Mungkin seru banget kali ya kalau ada yang mengucapkan “I love you” di titik nol kilometer Indonesia. Seperti Axel yang mengucapkannya pada Mala. Aaaakk! Romantis!!

Dan setelah menamatkan buku ini, aku jadi tahu kenapa penulis memberi judul “Sunset in Weh Island” ternyata di dalamnya terdapat gambaran berbagai macam sunset yang ada disaksikan oleh Mala di beberapa tempat seperti di Tugu Nol Kilometer, Sumur Tiga dan di Sabang Fair.

Kalau dilihat penampilan fisiknya, cover terlihat unyu dengan gambar matahari terbenam di pantai. Blurb-nya juga menarik. Pergantian setiap bab menunjukkan sekali suasana di cottage Laguna yang terdapat pohon kelapa, dan tak lupa pemandangan sunset.

Sayangnya alur mudah ditebak dan konflik begitu-gitu aja sih. Nggak terlalu mempengaruhi perasaan. Tapi, sedikit banyak bahasa Jerman, bisa deh menambah wawasan. Setidaknya untuk berbicara “Ich liebe dich” :D

Beberapa makna yang bisa disimpulkan dari novel ini:
·         Persahabatn adalah hal paling berharga di dunia selain keluarga. Hanya orang bodohlah yang dengan sengaja menghancurkan sebuah persahabatan yang terbentuk berapapun lamanya.
·         Cinta, tak peduli jarak berapapun jauhnya. Kepercayaan adalah kunci utama.


Keterangan buku:
Judul                              : Sunset in Weh Island
Penulis                             : Aida M.A.
Penyunting                       : Dila Maretihaq Sari
Perancang sampul              : Reina S
Ilustrasi sampul                  : iStockphoto
Pemeriksa aksara                : Intan & Intari
Penata aksara                     : Gabriel
Penerbit                            : Bentang Belia (PT. Bentang Pustaka)
Cetakan                            : Pertama, Januari 2013
Halaman                           : viii + 252 hlm ; 19 cm
ISBN                                 : 978-602-9397-73-4

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terbuka untuk dikritik dan saran. Silakan :)