“Anak perempuan itu harus gesit. Besok
lusa kau akan mengurus keluarga sendiri, anak-anak. Bagaimana coba kalau kau lupa
dimana meletakkan anak kau sendiri?” – Halaman 275
“Jangan pernah meremehkan anak
perempuan. Kau juga benar kalau laki-laki dilahirkan lebih kuat, lebih cepat. Tapi
bukan berarti perempuan tidak punya kelebihan. Esok lusa, kau akan tahu,
dimana-mana, di bidang apapun, perempuan bisa terlibat dan melakukan segala hal
sebaik laki-laki. Sejatinya kita memang tidak boleh meremehkan anak perempuan. Sebaliknya,
anak perempuan tidak boleh meremehkan anak laki-laki.”
– Halaman 296
Eliana si anak sulung yang mempunyai 3
orang adik. Sebagai anak pertama, ia bertanggung jawab lebih banyak daripada
Pukat, Burlian, dan Amelia. Sebagai anak yang paling besar, Eli berkewajiban
membantu sebagian besar pekerjaan Mamak, serta mengurus adik-adiknya yang
nakal, terlebih ia anak perempuan.
Kata Bapak, Eli adalah anak yang
pemberani. Eli pun tidak takut terhadap anak laki-laki. Terutama saat ia
diremehkan oleh teman sekelasnya. Eli, gadis kelas 6 SD, gadis yang pertama
kali menerima tantangan adzan di masjid kampung. Menuai banyak pertentangan. Aneh
sekali. Tetapi mungkin itulah yang menyebabkan penduduk kampung tidak akan
pernah melupakannya.
Eliana adalah potret keren masa
kanak-kanak yang menyenangkan. Sosok yang tangguh, pekerja keras, dalam semua
kepolosannya.
Yang bikin terharu sampai ingin
menangis adalah percakapan Wak Yati yang menasehati Eli saat kabur dari rumah. Perhatian
Mamak kepada anak sulungnya. Sungguh, tidak pernah ada ibu yang membenci
anaknya sendiri, darah dagingnya sendiri.
“Jika kau tahu sedikit saja apa
yang telah seorang Ibu lakukan untukmu, maka yang kau tahu itu sejatinya bahkan
belum sepersepuluh dari pengorbanan, rasa cinta, serta rasa sayangnya kepada
kalian.” – Halaman 388
Sebagai anak yang pemberani, Eli tidak
takut terhadap siapapun. Termasuk melawan penambang pasir yang merusak sungai
di kampung. Bersama geng ‘Empat Buntal’, Eli membuat truk-truk penambang
menjadi kempes bannya. Adapun yang membuat Eli semakin membenci penambang pasir
itu, yaitu hilangnya Marhotap (salah satu anggota geng ‘Empat Buntal’) setelah
menyerbu lokasi tambang pasir sendirian. Dengan cara-cara yang matang, Eli
berusaha melawan dan mencari pembenaran atas hilangnya Marhotap. Sayang,
pemilik tambang memang licik. ‘Empat buntal’ tertangkap saat menyelidiki pos
penjagaan lokasi tambang.
Kau tahu, alangkah terpujinya cita-cita
Eliana. Menjadi pengacara yang jujur. Pengacara yang tidak takut dengan apapun.
Membela hutan-hutan. Membela pekerja yang disakiti. Membela hak-hak yang
terampas. Orang-orang yang berada di garis terdepan pembela keadilan dan
kebenaran.
Beberapa kutipan menarik yang ada di
buku ini:
· Hakikat cinta adalah melepaskan. Semakin
sejati ia, semakin tulus kau melepaskannya. Percayalah, jika memang itu cinta
sejati kau, tidak peduli aral melintang, ia akan kembali sendiri padamu. Banyak
sekali para pecinta di dunia ini yang melupakan kebijaksanaan sesederhana itu.
malah sebaliknya, berbual bilang cinta, namun dia menggenggamnya erat-erat. –
Halaman 81
· Tidak semua yang kalian inginkan harus
terjadi seketika. Kita tidak hidup di dunia dongeng. Bahkan banyak orang di
luar sana harus berjuang mati-matian untuk mewujudkan satu keinginan kecil. Bersabarlah
– Halaman 332
·
Tidak selalu yang kau pikirkan itu
benar. Tidak selalu yang kau sangkakan itu kebenaran. Kalau kau tidak mengerti
alasan sebenarnya bukan berarti semua jadi buruk dan salah menurut versi kau
sendiri. – Halaman 387
Keterangan
buku:
Judul : Eliana
Penulis : Tere Liye
Editor :
Andriyanti
Desain cover : Mano Wolfie
Layout : Nr Alfian
Penerbit : Republika
Cetakan : Keenam, Juni 2014
Halaman : iv + 519 hlm ; 20,5 x 13,5 cm
ISBN : 978-602-8987-04-2
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terbuka untuk dikritik dan saran. Silakan :)