“Kitalah yang paling tahu seperti
apa kita, sepanjang kita jujur terhadap diri sendiri. Sepanjang kita terbuka
dengan pendapat orang lain, mau mendengarkan masukan dan punya sedikit selera
humor, menertawakan diri sendiri. Dengan itu semua kita bisa terus memperbaiki
perangai.” – Halaman 94
Novel Pukat adalah buku ketiga dari
serial Anak-anak Mamak. Judul ini diambil dari nama tokoh utamanya itu sendiri.
Pukat adalah anak kedua Pak Syahdan dan
Mamak Nurmas. Sebagai adik dari Ayuk Eli, Pukat terlahir menjadi anak yang
pintar. Kecerdasannya itu berawal saat membantu Bapak menangani perampok di
sebuah kereta. Waktu itu kereta yang akan menuju stasiun kota, tepat di
terowongan muncullah segerombol perampok yang menjarah barang-barang berharga para
penumpang. Dalam keadaan gelapnya terowongan, maka susah sekali mengenali raut
wajah perampok-perampok itu. Tetapi Pukat berhasil membantu petugas ketika
meringkus kawanan tersebut. Ia menaburkan serbuk kopi secara diam-diam ke
sepasang sepatu 2 orang yang sedang meminta paksa dompet Bapak. Benar-benar
anak yang pintar, bahkan jenius.
Sebuah proses panjang tentang kehidupan
petani membuatnya semakin terlatih meneladani setiap proses kehidupan. Membantu
Bapak dan Mamak membuka lahan, mengajari Pukat untuk bekerja keras. Bayangkan,
Pukat anak kelas 6 SD sekecil itu sudah menebang pohon dnegan belincong,
terperangkap duri-duri rotan di hutan, bahkan hingga terkepung dalam nyala api
saat pembukaan lahan. Bukankah anak jaman sekarang lebih enak dan tidak perlu
bersusah payah seperti Pukat?
Pintar saja ternyata tidak cukup untuk
menjelaskan perangai Pukat. Ia sanggup menjawab pertanyaan-pertanyaan yang
terlontar dari teka-teki Wak Yati. Pada dasarnya pertanyaan tersebut memang
tidak mudah, tapi Pukat berhasil menemukan jawabannya. Satu-satunya pertanyaan
Wak Yati yang sangat sulit dan butuh bertahun-tahun untuk dipecahkan cuma satu…
“Langit
tinggi bagai dinding, lembah luas ibarat mangkok, hutan menghijau bagai zamrud,
sungai mengalir ibarat naga, tak terbilang kekayaan kampung ini. sungguh tak
terbilang. Maka yang manakah harta karun paling berharganya?”
Tentu saja jawaban dari teka-teki itu
tidak seperti yang dibayangkan. Tidak sedang bicara tentang “harta karun” yang
selama ini dipahami banyak orang. Lalu apa? Penasaran? Berpikirlah sedikit,
rangkaikan sendiri kejadian-kejadian yang ada, lantas dengan cerdas mengambil
kesimpulan.
Ah ya satu lagi, ingat Raju yang menjaga
ladang jagung saat banjir? Kejutannya ada di cerita paling akhir.
“Semakin berisi, semakin merunduk,
itu juga berarti kau tidak hanya selalu merasa bisa, bisa, dan bisa. Lebih penting
dari itu adalah kau juga selalu merasa. Besok-lusa, kalau kalian sudah merantau
ke kota-kota jauh, pulau-pulau seberang, kalian akan melihat banyak sekali
orang pintar, orang hebat. Mereka selalu bilang, ya, kita bisa, ya bersama kita
bisa, dan kalimat-kalimat canggih lainnya. Sayangnya, diantara begitu banyak
orang hebat tersebut, sedikit sekali yang bisa berempati, merasakan, dan
dipenuhi semangat kebaikan tulus.” – halaman 317
Keterangan
buku:
Judul : Pukat
Penulis : Tere Liye
Editor : Riski Amelia
Desain cover : Mano Wolvie
Tata letak : Nr Alfian
Penerbit : Republika
Cetakan : Keenam, Juni 2014
Halaman : vi + 344 hlm ; 20,5 x 13,5 cm
ISBN : 978-979-1102-73-5
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terbuka untuk dikritik dan saran. Silakan :)