Kamis, 11 Juni 2015

Review : "Burlian"


“Kau sejak dilahirkan memang sudah berbeda, Burlian. Spesial.”
Burlian adalah anak ketiga dari Pak Syahdan. Seperti yang dikatakan Bapak dan Mamak, Burlian adalah anak yang spesial. Ia berbeda dari orang-orang kampung seusianya. Burlian adalah anak yang rasa ingin tahunya sangat besar. Berbeda dengan saudara-saudaranya – Ayuk Eli yang pemberani, Kak Pukat yang pintar, dan Amel yang kuat.


Dibalik spesialnya Burlian, dia tetap anak nakal seperti kebanyakan teman-temannya. Burlian pernah bolos sekolah. Tahu apa yang terjadi jika anak-anak Mamak melakukan hal yang tidak baik? Hukuman tiada ampun.
Tentu saja Bapak selalu memberikan pemahaman-pemahaman dibalik hukuman yang ia berikan untuk anak-anaknya yang nakal.

Kata Bapak, sekolah itu seperti menanam pohon. Semakin banyak ditanam, semakin baik dipelihara, maka pohonnya akan semakin tinggi menjulang. Dia akan menentukan hasil apa yang akan kalian petik dari masa depan, menentukan seberapa baik kalian akan menghadapi kehidupan. Dan dari puncaknya bisa kalian lihat seberapa luas dunia.

Dan yang lebih parah lagi ikut-ikutan berjudi dengan kedok program pemerintah SDSB (Sumbangan Dermawan Sosial Berhadiah) dimana orang yang ingin menebak angka keberuntungan harus membeli selembar kertas berharga seribu rupiah. Jika beruntung 4 angka sempurna tertebak, maka akan ada iming-iming 2,5jt. Jika apes, nah hilanglah uang kalian.

Tahun-tahun sudah berlalu tanpa terasa. Tahun ajaran baru telah tiba. Di sekolah Burlian, kelas 5 adalah yang paling krusial. Banyak murid-murid yang berhenti sekolah dan memilih membantu bertani. Di kelas Burlian misalnya, ada 6 orang yang berhenti sekolah. Maka, bersama Pak Bin, Burlian mempunyai ‘misi rahasia’ untuk membujuk teman-temannya yang berhenti sekolah. Pak Bin juga berusaha membujuk orang tua murid, seperti yang selalu ia lakukan.

Saat ada pembangunan jalan di kampung, Burlian bertemu dengan Tuan Nakamura. Mereka akrab. Walaupun Burlian masih anak-anak tapi Tuan Nakamura tidak menganggapnya seperti itu. Bahkan Tuan Nakamura sendiri berkata bahwa Burlian anak yang baik dan sopan. Dari Tuan Nakamura, Burlian mendapatkan pemahaman bahwa jalan yang ia bangun di kampung tidak akan ada ujungnya, saling sambung menyambung.

Beberapa tahun setelah selesainya tugas Tuan Nakamura di Sumatera, dan ketika Burlian lulus SD, Tuan Nakamura menawari Burlian untuk meneruskan SMP di Jakarta. Maka tentu saja Burlian segera menanggapinya dengan senang hati. Sekaligus pencapaian Burlian akan rasa ingin tahunya terhadap buku-buku yang tidak akan habis dibaca selama bertahun-tahun.

Happy ending, right?

“Dunia ini tidak hitam – putih. Lebih banyak abu-abunya. Jarang ada orang yang hatinya hitam sekali, dan sebaliknya juga susah mencari yang hatinya sempurna putih. Semua orang punya kelemahan, dan karena itulah seringkali kita tidak selalu diberikan pilihan terbaik.” – Halaman 236


Burlian adalah serial terakhir yang kubaca dan terpaksa dibeli karena nggak dapat pinjaman *upss.
Sayangnya, rasa menggebu-gebu ingin menuntaskan buku ini tidak seantusias yang aku bayangkan. Burlian memang anak yang spesial, tetapi buku ini kurang spesial bagiku – jika dibandingkan dengan serial lain : Eliana, Pukat, dan Amelia.
By the way, bang Tere Liye tetap novelist spesialis anak-anak. Hehee. Mampu menghadirkan pemahaman-pemahaman baru yang dilontarkan melalui percakapan Mamak, Bapak, Bakwo Dar, dan Wak Yati.


Keterangan buku:
Judul                               : Burlian
Penulis                             : Tere Liye
Desain cover                    : Mano Wolvie
Tata letak                         : Nr Alfian
Penerbit                           : Republika
Cetakan                           : Kesepuluh, Oktober 2014
Halaman                          : vi + 339 hlm ; 13,5 x 20,5 cm
ISBN                                : 978-979-1102-681

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terbuka untuk dikritik dan saran. Silakan :)