“Kau
sejak dilahirkan memang sudah berbeda, Burlian. Spesial.”
Burlian adalah anak ketiga dari
Pak Syahdan. Seperti yang dikatakan Bapak dan Mamak, Burlian adalah anak yang
spesial. Ia berbeda dari orang-orang kampung seusianya. Burlian adalah anak
yang rasa ingin tahunya sangat besar. Berbeda dengan saudara-saudaranya – Ayuk
Eli yang pemberani, Kak Pukat yang pintar, dan Amel yang kuat.
Dibalik spesialnya Burlian, dia
tetap anak nakal seperti kebanyakan teman-temannya. Burlian pernah bolos
sekolah. Tahu apa yang terjadi jika anak-anak Mamak melakukan hal yang tidak
baik? Hukuman tiada ampun.
Tentu saja Bapak selalu memberikan
pemahaman-pemahaman dibalik hukuman yang ia berikan untuk anak-anaknya yang
nakal.
Kata Bapak, sekolah itu seperti
menanam pohon. Semakin banyak ditanam, semakin baik dipelihara, maka pohonnya
akan semakin tinggi menjulang. Dia akan menentukan hasil apa yang akan kalian
petik dari masa depan, menentukan seberapa baik kalian akan menghadapi
kehidupan. Dan dari puncaknya bisa kalian lihat seberapa luas dunia.
Dan yang lebih parah lagi
ikut-ikutan berjudi dengan kedok program pemerintah SDSB (Sumbangan Dermawan
Sosial Berhadiah) dimana orang yang ingin menebak angka keberuntungan harus
membeli selembar kertas berharga seribu rupiah. Jika beruntung 4 angka sempurna
tertebak, maka akan ada iming-iming 2,5jt. Jika apes, nah hilanglah uang
kalian.
Tahun-tahun sudah berlalu tanpa
terasa. Tahun ajaran baru telah tiba. Di sekolah Burlian, kelas 5 adalah yang
paling krusial. Banyak murid-murid yang berhenti sekolah dan memilih membantu
bertani. Di kelas Burlian misalnya, ada 6 orang yang berhenti sekolah. Maka,
bersama Pak Bin, Burlian mempunyai ‘misi rahasia’ untuk membujuk teman-temannya
yang berhenti sekolah. Pak Bin juga berusaha membujuk orang tua murid, seperti
yang selalu ia lakukan.
Saat ada pembangunan jalan di
kampung, Burlian bertemu dengan Tuan Nakamura. Mereka akrab. Walaupun Burlian
masih anak-anak tapi Tuan Nakamura tidak menganggapnya seperti itu. Bahkan Tuan
Nakamura sendiri berkata bahwa Burlian anak yang baik dan sopan. Dari Tuan
Nakamura, Burlian mendapatkan pemahaman bahwa jalan yang ia bangun di kampung
tidak akan ada ujungnya, saling sambung menyambung.
Beberapa tahun setelah selesainya
tugas Tuan Nakamura di Sumatera, dan ketika Burlian lulus SD, Tuan Nakamura
menawari Burlian untuk meneruskan SMP di Jakarta. Maka tentu saja Burlian segera
menanggapinya dengan senang hati. Sekaligus pencapaian Burlian akan rasa ingin
tahunya terhadap buku-buku yang tidak akan habis dibaca selama bertahun-tahun.
Happy
ending, right?
“Dunia ini tidak hitam
– putih. Lebih banyak abu-abunya. Jarang ada orang yang hatinya hitam sekali,
dan sebaliknya juga susah mencari yang hatinya sempurna putih. Semua orang
punya kelemahan, dan karena itulah seringkali kita tidak selalu diberikan
pilihan terbaik.” – Halaman 236
Burlian adalah serial terakhir
yang kubaca dan terpaksa dibeli karena nggak dapat pinjaman *upss.
Sayangnya, rasa menggebu-gebu
ingin menuntaskan buku ini tidak seantusias yang aku bayangkan. Burlian memang
anak yang spesial, tetapi buku ini kurang spesial bagiku – jika dibandingkan
dengan serial lain : Eliana, Pukat, dan Amelia.
By
the way, bang Tere Liye tetap novelist
spesialis anak-anak. Hehee. Mampu menghadirkan pemahaman-pemahaman baru yang
dilontarkan melalui percakapan Mamak, Bapak, Bakwo Dar, dan Wak Yati.
Keterangan buku:
Judul : Burlian
Penulis : Tere Liye
Desain cover :
Mano Wolvie
Tata letak : Nr Alfian
Penerbit : Republika
Cetakan : Kesepuluh, Oktober 2014
Halaman : vi + 339 hlm ; 13,5 x 20,5 cm
ISBN : 978-979-1102-681
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terbuka untuk dikritik dan saran. Silakan :)