“Aku adalah noda untuk dosa yang
tak kulakukan.
Aku mencoba bertahan, berusaha
mengerti;
mungkin ada bagian dari dirimu
yang tak bisa kuraih.
Namun yang tak kunjung kupahami;
mengapa ada persahabatan yang
menyakiti?”
“Selamanya. Betapa kosongnya
kata-kata itu. Dulu, kalimat itu terdengar begitu indah di telinga. Sekarang adegan
itu tidak lebih dari gema masa lalu. Betapa naifnya ia percaya bahwa selamanya
akan benar-benar selamanya. Sahabat akan selalu menjadi sahabat, apa pun yang
terjadi. Ternyata, hati manusia bisa berubah.” –
Halaman 243